Politeknik Negeri Media Kreatif merupakan Perguruan Tinggi yang berbasis Produksi dan Kewirausahaan. Core ini yang akan memberikan solusi untuk kemajuan bangsa Indonesia, khususnya Pemuda. Pemuda di Indonesia berjumlah kurang lebih 80 Juta. Ini merupakan jumlah yang sangat besar.
Pengangguran Pemuda adalah Individu/Manusia yang termasuk kategori usia produktif (16-30 thn) yang tidak melanjutkan sekolah dan tidak mempunyai pekerjaan. Menurut Badan Pusat statistik Indonesia tercatat sejumlah 7,4 juta orang pemuda yang termasuk dalam kategori usia produktif yang mengganggur. Dan jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, maka 27,09 persen berpendidikan SD kebawah, 22,62 persen berpendidikan SLTP, 25,29 Persen berpendidikan SMA, 15,37 Persen berpendidikan SMK. Sedangkan jika dilihat lokasi desa/kota, maka penyebaran dari Pemuda ini terlihat sebanyak 5,24 juta orang (53%)berada di perkotaan dan 4,2 juta orang berada di pedesaan.
Mengingat data pengangguran pemuda masih cukup tinggi, apabila tidak memperoleh perhatian yang serius akan mengakibatkan masalah sosial yang cukup tinggi pula. Beberapa masalah sosial yang diakibatkan oleh tingginya pengangguran diantaranya penyalahgunaan narkoba, kriminalitas, pergaulan bebas, premanisme, trafficing, dan lain sebagainya. Kondisi tersebut akan mengganggu pembangunan di segala bidang dan stabilitas nasional.
Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah melaksanakan dengan dua jalur solusi, yaitu Pendidikan Formal yang salah satunya diberikan pelayanan oleh PoliMedia. Kedua, Program Kewirausahaan Pemuda deangan cara untuk memberikan kesempatan belajar (langsung) bagi pemuda usia produktif agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan yang ditopang oleh sikap mental kreatif, inovatif, profesional, bertanggung jawab, serta berani menanggung resiko dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya sebagai bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya.
Kemauan Berwirausaha Generasi Muda
Sebagian besar pemuda Indonesia menjadi wirausaha, namun adanya
pemahaman yang kurang 'pas' terhadap kewirausahaan menghambat mereka untuk mewujudkannya. Faktor penyebab ketidak inginan menjadi wirausaha adalah merasa tidak mempunyai modal, merasa tidak berbakat, dan risiko bisnis terlalu besar. Upaya menyadarkan masyarakat (khususnya kelompok sasaran potensial, seperti: mahasiswa, generasi muda) perlu terus dilakukan, terutama mengenai:
1.) modal bukan satu-satunya kunci sukses wirausaha,
2.) kesuksesan wirausaha lebih ditentukan oleh kejelian dan keuletan wirausaha daripada bakatnya, dan
3.) risiko usaha dapat diminimalisasi dengan cara membuat perencanaan bisnis yang baik.
Kemampuan Berwirausaha Generasi Muda
Kemampuan teknik dan kemampuan bisnis yang dimiliki generasi muda ini akan mampu mengubah peluang usaha menjadi usaha baru yang menguntungkan. Penguasaan kemampuan teknik akan mendorong wirausaha untuk melakukan inovasi dan bekerja secara efisien. Pemberian informasi mengenai arah perkembangan produk, perkembangan teknologi produksi dan proses adopsi teknologi akan membantu meningkatkan kemampuan teknik dari wirausaha Indonesia. Gambaran umum upaya penumbuhan unit wirausaha baru dapat dilihat sebagai berikut :
Solusi untuk mengatasi pengangguran Pemuda di Indonesia sangat banyak. Hal ini harus dilakukan secara komprehensif dan total. Program-program mengatasi pengangguran tersebut mengedepankan:
Penguatan kecakapan hidup dan kewirausahaan yang komprehensif meliputi personal, sosial dan vocational skills, Keterpaduan antar lembaga yang bersifat horizontal maupun antar lembaga yang bersifat vertikal, dan Penjaminan terjadinya four in one process (rekrutmen, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, penyaluran /pemandirian lulusan)
Lembaga Pendidikan baik Formal maupun Nonformal harus mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dengan semangat kewirausahaan. Kewirausahaan akan mampu menjadi solusi atas Pengangguaran pemuda di Indonesia dengan menghasilkan lulusan yang berbasis kewurausahaan. Semoga kontribusi Positif lembaga pendidikan akan semakin memajukan bangsa Indonesia.
Pemerintah sangat memprioritaskan program kewirausahaan sebagai upaya untuk penyerapan pekerjaan baru. Hal ini merupakan bagian yang utuh untuk memajukan dan memandirikan bangsa Indonesia.
Semoga Politeknik Negeri Media Kreatif terus maju dan berkembang untuk memajukan bangsa Indonesia.
Senin, 03 Januari 2011
Minggu, 02 Januari 2011
SOFTSKILL PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
Perkembangan koperasi di Indonesia
Koperasi, sebuah badan usaha yang tujuan utamanya adalah mensejahterakan anggota pada umumnya dan masyarakat pada umumnya. Dan untuk mencapai tujuan-tujuan itu diperlukan berbagai perubahan-perubahan di berbagai sektor. setiap periode pemerintahan, dikeluarkan berbagai kebijakan untuk memperbaiki kualitas perkoperasian di Indonesia.
Dan berikut ini adalah perkembangan koperasi dari periode ke periode pemerintahan :
-PERTUMBUHAN KOPERASI INDONESIA
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 (Ahmed
1964, h. 57) yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai
sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik
dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.
Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada
kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula
koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang
konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan
penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan
koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada
kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki
beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil
langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih
dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi
bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan
penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan
kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya (Masngudi 1989, h. 1-2).
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih
di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam.
Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping
banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid
yang dipegangnya (Djojohadikoesoemo, 1940, h 9). Setelah beliau
mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah
dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf
Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika
ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen
(koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari
cuti melailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah
dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam
yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung
dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908
menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian
pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi
yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko
koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di
Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan
kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia
Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi
suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam
hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi
antara lain :
a. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
b. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
c. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal;
dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng
Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat
(SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager
adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji
Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di
mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5
anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan
periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan
akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri.
Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan
Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan
berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat
dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di
Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada
tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H.
Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk
Bumi Putera untuk berkoperasi.
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi
putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang
bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ).
Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927
di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang
juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau
menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh
Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada
tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan
kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan
kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam
koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930
didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
a. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia
mengenai seluk beluk perdagangan;
b. dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan
penerangannya;
c. memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan
pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang
menyangkut perusahaan-perusahaan;
d. penerangan tentang organisasi perusahaan;
e. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia
( Raka.1981,h.42)
DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin “Komisi Koperasi” 1920
ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian
dalam berntuk Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam Staatsblad
no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915.
Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan
golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu
berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun
1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan
Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur
Asing.
Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan
tekadnya untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia,
terutama di lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah
dapat memelopori dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk
mendirikan dan mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang
produksi mulai tumbuh dan berkembang antara lain koperasi batik yang
diperlopori oleh H. Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun
1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat.
Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939
jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930
sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang.
Sedang kegiatannya dari 574 koperasi tersebut diantaranya 423 kopersi
(=77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam
(Djojohadikoesoemo,1940 h.82) sedangkan selebihnya adalah kopersi jenis
konsumsi ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut
diantaranya 19 buah adalah koperasi lumbung.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih
dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di di
Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan
kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu
tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan
Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan
Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan
Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia
mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan
persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jikalau
masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin
Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat maupun aturanaturannya
b. Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau persidangan
diadakan
c. Nama orang yang bertangguing jawab, kepengurusan dan anggotaanggotanya
d. Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang bersangkutan
itu sekali-kali bukan pergerakan politik.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah
banyak koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh
bekerja lagi sebelum mendapat izin baru dari”Scuchokan”. Undang-undang
ini pada hakekatnya bermaksud mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari
segi kepolisian (Team UGM 1984, h. 139 – 140).
Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang
dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran
“Kumiai” (koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari
atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk
melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin
kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya
gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak
Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang-barang
yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil
bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar
menyetorkannya melalui “Kumiai”. Kumiai (koperasi) dijadikan alat
kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan
kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman
Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan
bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.
II. PERTUMBUHAN KOPERASI SETELAH KEMERDEKAAN
Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19 dalam
suasana sebagai Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang
menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di
dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding
Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian
di dalam “konstitusi”. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia
mengalami suatu perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1
beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya
disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas
kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUd 1945 tersebut
diatur pula di samping koperasi, juga peranan daripada Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Swasta.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran
koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia bertindak aktif dalam pengembangan
perkoperasian. Disamping menganjurkan berdirinya berbagai jenis koperasi
Pemerintah RI berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuantentang
koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di berbagai
tempat.
Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa
yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain
terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat
SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta
menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus,
pegawai dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin
pesat. Tetapi dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda
terhadap Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun
1948 banyak merugikan terhadap gerakan koperasi.
Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di
dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah
Federal Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hampir
sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91
tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan
keadaan Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi
perkembangan koperasi.
Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun
1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk
mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di
muka Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program
perekonomian antara lain sebagai berikut :
………………….. “Menggiatkan pembangunan organisasi-organisasi
rakyat , istimewa koperasi dengan cara pendidikan, penerangan, pemberian
kredit yang lebih banyak dan lebih mudah, satu dan lain seimbang dengan
kemampuan keuangan Negara”.
Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat Kabinet
Wilopo antara lain mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
a. Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi
perkembangan gerakan koperasi;
b. Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi;
c. Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan
atas dasar koperasi.
Selanjutnya Kabinet Ali Sastroamidjodjo menjelaskan program
Pemerintahannya sebagai berikut :
Untuk kepentingan pembangunan dalam
lapangan perekonomian rakyat perlu pula diperluas dan dipergiat gerakan
koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat gotong royong yang
spesifik di Indonesia dan besar artinya dalam usaha menggerakkan rasa
percaya pada diri sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu Pemerintah
hendak menyokong usaha itu dengan memperbaiki dan memperlluas
perkreditan, yang terpenting antara lain dengan pemberian modal kepada
badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan Bank Desa, yang
sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi” (Sumodiwirjo 1954, h. 45-
46).
Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah sebagaimana tersebut di
atas, koperasi makin berkembang dari tahun ketahun baik organisasi maupun
usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953
dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung.
Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu
mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan
Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah
penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya
Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai
Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan
Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan KOngres di samping halhal
yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga
mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International
Cooperative Alliance (ICA).
Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan
Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar
Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober
1958. Isinya lebih biak dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan
peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang
yang pertama tentang perkoperasian yang disusun oleh Bangsa Indonesia
sendiri dalam suasana kemerdekaan.
Perlu dipahami bersama perbedaan sikap Pemerintah terhadap
pengembangan perkoperasian atas dasar perkembangan sejarah
pertumbuhannya di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pemerintahan Kolonial Belanda bersikap pasif;
b. Pemerintahan Pendudukan Balatentara Jepang bersikap aktif
negatif, karena akibat kebijaksanaannya nama koperasi menjadi
hancur (jelek);
c. Bersikap aktif positif di mana Pemerintah Republik Indonesia
memberikan dorongan kesempatan dan kemudahan bagi koperasi.
Tabel berikut menunjukkan perkembangan koperasi pada saat-saat
akhir Pemerintahan Kolonial Belanda dan angka perkembangan koperasi
setelah Indonesia merdeka sampai dengan tahun 1959, dengan catatan
angka-angka perkembangan koperasi pada zaman Pemerintahan
Pendudukan Balatentara Jepang tidak tersedia.
Koperasi, sebuah badan usaha yang tujuan utamanya adalah mensejahterakan anggota pada umumnya dan masyarakat pada umumnya. Dan untuk mencapai tujuan-tujuan itu diperlukan berbagai perubahan-perubahan di berbagai sektor. setiap periode pemerintahan, dikeluarkan berbagai kebijakan untuk memperbaiki kualitas perkoperasian di Indonesia.
Dan berikut ini adalah perkembangan koperasi dari periode ke periode pemerintahan :
-PERTUMBUHAN KOPERASI INDONESIA
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 (Ahmed
1964, h. 57) yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai
sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik
dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.
Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada
kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula
koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang
konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan
penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan
koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada
kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki
beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil
langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih
dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi
bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan
penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan
kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya (Masngudi 1989, h. 1-2).
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih
di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam.
Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping
banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid
yang dipegangnya (Djojohadikoesoemo, 1940, h 9). Setelah beliau
mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah
dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf
Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika
ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen
(koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari
cuti melailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah
dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam
yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung
dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908
menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian
pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi
yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko
koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di
Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan
kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia
Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi
suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam
hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi
antara lain :
a. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
b. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
c. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal;
dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng
Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat
(SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager
adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji
Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di
mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5
anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan
periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan
akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri.
Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan
Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan
berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat
dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di
Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada
tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H.
Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk
Bumi Putera untuk berkoperasi.
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi
putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang
bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ).
Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927
di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang
juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau
menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh
Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada
tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan
kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan
kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam
koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930
didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
a. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia
mengenai seluk beluk perdagangan;
b. dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan
penerangannya;
c. memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan
pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang
menyangkut perusahaan-perusahaan;
d. penerangan tentang organisasi perusahaan;
e. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia
( Raka.1981,h.42)
DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin “Komisi Koperasi” 1920
ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian
dalam berntuk Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam Staatsblad
no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915.
Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan
golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu
berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun
1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan
Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur
Asing.
Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan
tekadnya untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia,
terutama di lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah
dapat memelopori dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk
mendirikan dan mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang
produksi mulai tumbuh dan berkembang antara lain koperasi batik yang
diperlopori oleh H. Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun
1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat.
Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939
jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930
sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang.
Sedang kegiatannya dari 574 koperasi tersebut diantaranya 423 kopersi
(=77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam
(Djojohadikoesoemo,1940 h.82) sedangkan selebihnya adalah kopersi jenis
konsumsi ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut
diantaranya 19 buah adalah koperasi lumbung.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih
dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di di
Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan
kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu
tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan
Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan
Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan
Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia
mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan
persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jikalau
masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin
Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat maupun aturanaturannya
b. Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau persidangan
diadakan
c. Nama orang yang bertangguing jawab, kepengurusan dan anggotaanggotanya
d. Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang bersangkutan
itu sekali-kali bukan pergerakan politik.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah
banyak koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh
bekerja lagi sebelum mendapat izin baru dari”Scuchokan”. Undang-undang
ini pada hakekatnya bermaksud mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari
segi kepolisian (Team UGM 1984, h. 139 – 140).
Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang
dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran
“Kumiai” (koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari
atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk
melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin
kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya
gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak
Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang-barang
yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil
bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar
menyetorkannya melalui “Kumiai”. Kumiai (koperasi) dijadikan alat
kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan
kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman
Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan
bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.
II. PERTUMBUHAN KOPERASI SETELAH KEMERDEKAAN
Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19 dalam
suasana sebagai Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang
menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di
dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding
Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian
di dalam “konstitusi”. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia
mengalami suatu perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1
beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya
disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas
kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUd 1945 tersebut
diatur pula di samping koperasi, juga peranan daripada Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Swasta.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran
koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia bertindak aktif dalam pengembangan
perkoperasian. Disamping menganjurkan berdirinya berbagai jenis koperasi
Pemerintah RI berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuantentang
koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di berbagai
tempat.
Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa
yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain
terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat
SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta
menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus,
pegawai dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin
pesat. Tetapi dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda
terhadap Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun
1948 banyak merugikan terhadap gerakan koperasi.
Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di
dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah
Federal Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hampir
sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91
tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan
keadaan Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi
perkembangan koperasi.
Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun
1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk
mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di
muka Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program
perekonomian antara lain sebagai berikut :
………………….. “Menggiatkan pembangunan organisasi-organisasi
rakyat , istimewa koperasi dengan cara pendidikan, penerangan, pemberian
kredit yang lebih banyak dan lebih mudah, satu dan lain seimbang dengan
kemampuan keuangan Negara”.
Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat Kabinet
Wilopo antara lain mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
a. Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi
perkembangan gerakan koperasi;
b. Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi;
c. Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan
atas dasar koperasi.
Selanjutnya Kabinet Ali Sastroamidjodjo menjelaskan program
Pemerintahannya sebagai berikut :
Untuk kepentingan pembangunan dalam
lapangan perekonomian rakyat perlu pula diperluas dan dipergiat gerakan
koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat gotong royong yang
spesifik di Indonesia dan besar artinya dalam usaha menggerakkan rasa
percaya pada diri sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu Pemerintah
hendak menyokong usaha itu dengan memperbaiki dan memperlluas
perkreditan, yang terpenting antara lain dengan pemberian modal kepada
badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan Bank Desa, yang
sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi” (Sumodiwirjo 1954, h. 45-
46).
Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah sebagaimana tersebut di
atas, koperasi makin berkembang dari tahun ketahun baik organisasi maupun
usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953
dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung.
Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu
mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan
Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah
penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya
Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai
Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan
Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan KOngres di samping halhal
yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga
mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International
Cooperative Alliance (ICA).
Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan
Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar
Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang-
Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober
1958. Isinya lebih biak dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan
peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang
yang pertama tentang perkoperasian yang disusun oleh Bangsa Indonesia
sendiri dalam suasana kemerdekaan.
Perlu dipahami bersama perbedaan sikap Pemerintah terhadap
pengembangan perkoperasian atas dasar perkembangan sejarah
pertumbuhannya di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pemerintahan Kolonial Belanda bersikap pasif;
b. Pemerintahan Pendudukan Balatentara Jepang bersikap aktif
negatif, karena akibat kebijaksanaannya nama koperasi menjadi
hancur (jelek);
c. Bersikap aktif positif di mana Pemerintah Republik Indonesia
memberikan dorongan kesempatan dan kemudahan bagi koperasi.
Tabel berikut menunjukkan perkembangan koperasi pada saat-saat
akhir Pemerintahan Kolonial Belanda dan angka perkembangan koperasi
setelah Indonesia merdeka sampai dengan tahun 1959, dengan catatan
angka-angka perkembangan koperasi pada zaman Pemerintahan
Pendudukan Balatentara Jepang tidak tersedia.
SOFTSKILL EKONOMI KOPERASI
PERANAN KOPERASI TERHADAP PEREKONOMIAN IDONESIA
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Perkoperasian Nomor 12 tahun 1967 (disahkan tanggal 18 Desember 1967). Koperasi Indonesia diartikan sebagai:
Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak social, beranggotakan orang-orang atau badan hokum. Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan kegotong-royongan.
Selanjutnya , dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa fungsi Koperasi Indonesia adalah:
1) Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat.
2)Alat pendemokrasian ekonomi nasional.
3) Sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia.
4) Alat pembina insane masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia, serta dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
Agar tujuan Koperasi (kesejahteraan anggota dan masyarakat) dapat tercapai, maka koperasi memegang peranan yang sangat vital dan strategis dalam perekonomian Indonesia.Hal ini disebabkan, koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Seperti pada Usaha kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian indonesia. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena itu kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus.
Kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Peran serta koperasi sudah makin terlihat dalam pengembangan roda perekonomian di Indonesia. Di banyak daerah, koperasi punya andil besar untuk mensejahterakan anggota maupun yang bukan anggota. Dalam peranan koperasi untuk memberikan kesejahteraan misalnya kontribusinya dalam menciptakan lapangan kerja. Hal ini tentu saja bisa makin meringankan beban pemerintah maupun swasta dalam menangani tenaga kerja yang jumlahnya makin meningkat dari tahun ke tahun. Koperasi disini juga dimaksudkan untuk menampung kegiatan perekonomian pada tingkat lapisan bawah yang masih merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Untuk melancarkan kegiatan-kegiatan koperasi tersebut.
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunyaBerusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
• Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar .
Dasar hukum operasional Koperasi Indonesia adalah UU Nomor 25 Tahun 1992. Tentang fungsi, peran, dan prinsip koperasi, diatur dalam Bab III pasal 4 (fungsi dan peran koperasi) dan pasal 5 (prinsip koperasi).
PROGRAM-PROGRAM YANG DI JALANKAN PEMERINTAH UNTUK MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA
Selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian.
Potret Koperasi Indonesia
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.
Pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan, disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD.
PERMODALAN KOPERASI
ARTI MODAL BAGI KOPERASI
Modal merupakan sejumlah dana yang akan digunakan untuk melaksanakan usaha – usaha Koperasi.
Modal jangka panjang
Modal jangka pendek
Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang konsisten dengan azas-azas Koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan administrasi.
SUMBER-SUMBER MODAL KOPERASI (UU NO. 12/1967)
Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada Koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota Koperasi tersebut dan jumlahnya sama untuk semua anggota
Simpanan Wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota yang membayarnya kepada Koperasi pada waktu-waktu tertentu.
Simpanan Sukarela adalah simpanan anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian-perjanjian atau peraturan –peraturan khusus.
B. SUMBER-SUMBER MODAL KOPERASI (UU No. 25/1992)
Modal sendiri (equity capital) , bersumber dari simpanan pokok anggota, simpanan wajib, dana cadangan, dan donasi/hibah.
Modal pinjaman ( debt capital), bersumber dari anggota, koperasi lainnya, bank atau lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, serta sumber lain yang sah.
DISTRIBUSI CADANGAN KOPERASI
Pengertian dana cadangan menurut UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Sesuai Anggaran Dasar yang menunjuk pada UU No. 12/1967 menentukan bahwa 25 % dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan , sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha anggota sebesar 60 % disisihkan untuk Cadangan.
Distribusi CADANGAN Koperasi antara lain dipergunakan untuk:
Memenuhi kewajiban tertentu
Meningkatkan jumlah operating capital koperasi
Sebagai jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari
Perluasan usaha
EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI
1. Efek-efek ekonomis koperasi
Salah satu hubungan penting yang harus dilakukan koperasi adalah dengan para anggotanya, yang kedudukannya sebagi pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Motivasi ekonomi anggota sebagi pemilik akan mempersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah di serahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai pengguna akan mempersoalkan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang-jasa, menguntungkan tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual /pembeli di luar koperasi.
Pada dasarnya setiap anggota akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi:
1. Jika kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya
2. Jika pelayanan itu di tawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan di banding yang di perolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi.
2. Efek Harga dan Efek Biaya
Partisipasi anggota menentukan keberhasilan koperasi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: Besarnya nilai manfaat pelayanan koperasi secara utilitarian maupun normatif.
Motivasi utilitarian sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang di maksud adalah insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya pengurangan biaya dan atau di perolehnya harga menguntungkan serta penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk barang.
Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang ditetapkan koperasi harus di bedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.
Istilah partisipasi dikembangkan untuk menyatakan atau menunjukkan peran serta (keikutsertaan) seseorang atau sekelompok orang dalam aktivitas tertentu. Karena itulah Partisipasi anggota koperasi sangat menentukan keberhasilan koperasi. Dimensi-dimensi partisipasi dijelaskan sebagai berikut:
a. Dimensi partisipasi dipandang dari sifatnya
Dipandang dari segi sifatnya, pertisipasi dapat berupa, partisipasi yang dipaksakan (forced) dan partisipasi sukarela (foluntary). Jika tidak dipaksa oleh situasi dan kondisi, partisipasi yang dipaksakan (forced) tidak sesuai dengan prinsip koperasi keanggotaan terbuka dan sukarela serta manajemen demokratis. Partisipasi yang sesuai pada koperasi adalah partisipasi yang bersifat sukarela.
b. Dimensi partisipasi dipandang dari bentuknya
Dipandang dari sifat keformalannya, partisipasi dapat bersifat formal (formal participation) dan dapat pula bersifat informal (informal participation). Pada koperasi kedua bentuk partisipasi ini bisa dilaksanakan secara bersama-sama.
c. Dimensi partisipasi dipandang dari pelaksanaannya
Dipandang dari segi pelaksanaannya, partisipasi dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Pada koperasi partisipasi langsung dan tidak langsung dapat dilaksanakan secara bersama-sama tergantung pada situasi dan kondisi serta aturan yang berlaku. Partisipasi langsung dapat dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas koperasi (membeli atau menjual kepada koperasi), memberikan saran-saran atau informasi dalam rapat-rapat, memberikan kontribusi modal, memilih pengurus, dan lain-lain. Partisipasi tidak langsung terjadi apabila jumlah anggota terlampau benyak, anggota tersebar di wilayah kerja koperasi yang terintegrasi, sehingga diperlukan perwakilan-perwakilan untuk menyampaikan aspirasinya
d. Dimensi partisipasi dipandang dari segi kepentingannya
Dari segi kepentingannya partisipasi dalam koperasi dapat berupa partisipasi kontributis (contributif participation) dan partisipasi intensif (incentif participation). Kedua jenis partisipasi ini timbul sebagai akibat dari peran ganda anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan. Dalam kedudukannya sebagai pemilik:
1. Para anggota memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan koperasi dalam bentuk kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan koperasi dalam bentuk kontribusi keuangan (penyerahan simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela atau dana-dana pribadi yang diinvestasikan pada koperasi), dan
2. Mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan proses pengawasan terhadap jalannya perusahaan koperasi. Partisipasi semacam ini disebut juga partisipasi kontributif.
Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai, para anggota memanfaatkan berbagai potansi pelayanan yang disediakan oleh perusahaan koperasi dalam menunjang kepentingannya. Partisipasi ini disebut partisipasi insentif.
Menurut Hanel (1989) insentif dan kontribusi anggota perseorangan terhadap koperasinya dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
a. Peningkatan pelayanan yang efisien melalui penyediaan barang dan jasa oleh perusahaan koperasi akan menjadi perangsang pernting bagi anggota untuk turut memberikan kontribusinya bagi
b. Kontribusi para anggota dalam
Cara meningkatkan koperasi dapat dilakukan beberapa kegiatan seperti:
a. Menyediakan barang-barang atau jasa-jasa yang dibutuhkan oleh anggota yang relatif lebih baik dari para pesaingnya di pasar.
b. Meningkatkan harga pelayanan kepada anggota, misalnya:
• Menetapkan harga jual yang relatif lebih murah dari harga umum
• Harga beli yang relatif lebih tinggi dari harga umum
• Pemberian bunga kredit yang lebih rendah dari bunga umum
• Pemberian bunga tabungan minimal sam dengan tingkat bungan umum disertai pelayanan yang lebih baik
• Pemberian diskon atau potongan harga untuk anggota
• Menurunkan biaya yang harus dibayar anggota pada saat pembelian barang atau penjualan bahan melalui pelaksanaan pembelian atau penjualan di tempat pelayanan anggota yang mendekati tempat tinggal anggota
c. Menyediakan barang-barang yang tidak tersedia di pasar bebas wilayah koperasi atau tidak disediakan oleh pemerintah.
d. Berusaha memberikan deviden per anggota (SHU per anggota) yang meningkat dari waktu ke waktu.
e. Memperbesar alokasi dana dari aktivitas bisnis koperasi dengan non anggota melalui pemberian kredit dengan bunga yang relatif lebih murah dan jangka waktu pemngembalian relatif lama.
f. Menyedihkan berbagai tunjangan (bila mampu) keanggotaan, seperti tunjangan hari raya, tunjangan kesehatan, dan lain-lain
Meningkatkan partisipasi kontributif anggota dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cara:
1. Menjelaskan tentang maksud, tujuan perencanaan dan keputusan yang akan dikeluarkan.
2. Meminta tanggapan dan saran tentang perencanaan dan keputusan yang akan dikeluarkan.
3. Meminta informasi tentang segala sesuatu dari semua anggota dalam usaha membuat keputusan dan mengambil keputusan.
4. Memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota dalam pengambilan keputusan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi kontributif keuangan bersamaan dengan meningkatkan partisipasi insentif, yaitu:
1. Memperbesar peranan koperasi dalam usaha anggota dengan menciptakan manfaat ekonomi yang meningkat dari waktu ke waktu.
2. Memperbesar rate of return melalui usaha yang sungguh-sungguh dan profesionil.
3. Membangun dan meningkatkan kepercayaan anggota terhadap manajemen koperasi melalui:
Pemilihan pengurus dan pengelola yang mempunyai kemampuan manajerial, jujur dan dapat dipercaya,
Melaksanakan catatan pembukuan yang jelas dan transparan, dan
Memperbesar kepentingan anggota untuk mengaudit koperasi.
Sedangkan tingkat partisipasi anggota di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
Ö Besarnya nilai manfaat pelayanan koperasi secara utilitarian maupun normatif.
Ö Motivasi utilitarian sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang di maksud adalah insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya pengurangan biaya dan atau di perolehnya harga menguntungkan serta penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk barang.
Ö Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang ditetapkan koperasi harus di bedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.
3. Analisis Hubungan Efek Ekonomis dan Keberhasilan koperasi
Dalam badan usaha koperasi, laba (profit) bukanlah satu-satunya yang di kejar oleh manajemen, melainkan juga aspek pelayanan (benefit oriented). Di tinjau dari konsep koperasi, fungsi laba bagi koperasi tergantung pada besar kecilnya partisipasi ataupun transaksi anggota dengan koperasinya.
Semakin tinggi partisipasi anggota, maka idealnya semakin tinggi manfaat yang di terima oleh anggota. Keberhasilan koperasi di tentukan oleh salah satu faktornya adalah partisipasi anggota dan partispasi anggota sangat berhubungan erat dengan efek ekonomis koperasi yaitu manfaat yang di dapat oleh anggota tsb.
4. Penyajian dan Analisis Neraca Pelayanan
Di sebabkan oleh perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi, terutama tantangantantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota harus secara kontinu di sesuaikan. Ada dua faktor utama yang mengharuskan koperasi meningkatkan pelayanan kepada anggotanya.
1. Adanya tekanan persaingan dari organisasi lain (terutama organisasi non koperasi).
2. Perubahan kebutuhan manusia sebagai akibat perubahan waktu dan peradaban. Perubahankebutuhan ini akan menentukan pola kebutuhan anggota dalam mengkonsumsi produk-produk yang di tawarkan oleh koperasi.
Bila koperasi mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anggota yang lebih besar dari pada pesaingnya, maka tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya akan meningkat. Untuk meningkatkan pelayanan, koperasi memerlukan informasi-informasi yang dating terutama dari anggota koperasi.
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Perkoperasian Nomor 12 tahun 1967 (disahkan tanggal 18 Desember 1967). Koperasi Indonesia diartikan sebagai:
Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak social, beranggotakan orang-orang atau badan hokum. Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan kegotong-royongan.
Selanjutnya , dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa fungsi Koperasi Indonesia adalah:
1) Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat.
2)Alat pendemokrasian ekonomi nasional.
3) Sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia.
4) Alat pembina insane masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia, serta dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
Agar tujuan Koperasi (kesejahteraan anggota dan masyarakat) dapat tercapai, maka koperasi memegang peranan yang sangat vital dan strategis dalam perekonomian Indonesia.Hal ini disebabkan, koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Seperti pada Usaha kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian indonesia. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena itu kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus.
Kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Peran serta koperasi sudah makin terlihat dalam pengembangan roda perekonomian di Indonesia. Di banyak daerah, koperasi punya andil besar untuk mensejahterakan anggota maupun yang bukan anggota. Dalam peranan koperasi untuk memberikan kesejahteraan misalnya kontribusinya dalam menciptakan lapangan kerja. Hal ini tentu saja bisa makin meringankan beban pemerintah maupun swasta dalam menangani tenaga kerja yang jumlahnya makin meningkat dari tahun ke tahun. Koperasi disini juga dimaksudkan untuk menampung kegiatan perekonomian pada tingkat lapisan bawah yang masih merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Untuk melancarkan kegiatan-kegiatan koperasi tersebut.
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunyaBerusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
• Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar .
Dasar hukum operasional Koperasi Indonesia adalah UU Nomor 25 Tahun 1992. Tentang fungsi, peran, dan prinsip koperasi, diatur dalam Bab III pasal 4 (fungsi dan peran koperasi) dan pasal 5 (prinsip koperasi).
PROGRAM-PROGRAM YANG DI JALANKAN PEMERINTAH UNTUK MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA
Selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian.
Potret Koperasi Indonesia
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.
Pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan, disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD.
PERMODALAN KOPERASI
ARTI MODAL BAGI KOPERASI
Modal merupakan sejumlah dana yang akan digunakan untuk melaksanakan usaha – usaha Koperasi.
Modal jangka panjang
Modal jangka pendek
Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang konsisten dengan azas-azas Koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan administrasi.
SUMBER-SUMBER MODAL KOPERASI (UU NO. 12/1967)
Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada Koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota Koperasi tersebut dan jumlahnya sama untuk semua anggota
Simpanan Wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota yang membayarnya kepada Koperasi pada waktu-waktu tertentu.
Simpanan Sukarela adalah simpanan anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian-perjanjian atau peraturan –peraturan khusus.
B. SUMBER-SUMBER MODAL KOPERASI (UU No. 25/1992)
Modal sendiri (equity capital) , bersumber dari simpanan pokok anggota, simpanan wajib, dana cadangan, dan donasi/hibah.
Modal pinjaman ( debt capital), bersumber dari anggota, koperasi lainnya, bank atau lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, serta sumber lain yang sah.
DISTRIBUSI CADANGAN KOPERASI
Pengertian dana cadangan menurut UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Sesuai Anggaran Dasar yang menunjuk pada UU No. 12/1967 menentukan bahwa 25 % dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan , sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha anggota sebesar 60 % disisihkan untuk Cadangan.
Distribusi CADANGAN Koperasi antara lain dipergunakan untuk:
Memenuhi kewajiban tertentu
Meningkatkan jumlah operating capital koperasi
Sebagai jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari
Perluasan usaha
EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI
1. Efek-efek ekonomis koperasi
Salah satu hubungan penting yang harus dilakukan koperasi adalah dengan para anggotanya, yang kedudukannya sebagi pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Motivasi ekonomi anggota sebagi pemilik akan mempersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah di serahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai pengguna akan mempersoalkan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang-jasa, menguntungkan tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual /pembeli di luar koperasi.
Pada dasarnya setiap anggota akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi:
1. Jika kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya
2. Jika pelayanan itu di tawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan di banding yang di perolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi.
2. Efek Harga dan Efek Biaya
Partisipasi anggota menentukan keberhasilan koperasi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: Besarnya nilai manfaat pelayanan koperasi secara utilitarian maupun normatif.
Motivasi utilitarian sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang di maksud adalah insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya pengurangan biaya dan atau di perolehnya harga menguntungkan serta penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk barang.
Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang ditetapkan koperasi harus di bedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.
Istilah partisipasi dikembangkan untuk menyatakan atau menunjukkan peran serta (keikutsertaan) seseorang atau sekelompok orang dalam aktivitas tertentu. Karena itulah Partisipasi anggota koperasi sangat menentukan keberhasilan koperasi. Dimensi-dimensi partisipasi dijelaskan sebagai berikut:
a. Dimensi partisipasi dipandang dari sifatnya
Dipandang dari segi sifatnya, pertisipasi dapat berupa, partisipasi yang dipaksakan (forced) dan partisipasi sukarela (foluntary). Jika tidak dipaksa oleh situasi dan kondisi, partisipasi yang dipaksakan (forced) tidak sesuai dengan prinsip koperasi keanggotaan terbuka dan sukarela serta manajemen demokratis. Partisipasi yang sesuai pada koperasi adalah partisipasi yang bersifat sukarela.
b. Dimensi partisipasi dipandang dari bentuknya
Dipandang dari sifat keformalannya, partisipasi dapat bersifat formal (formal participation) dan dapat pula bersifat informal (informal participation). Pada koperasi kedua bentuk partisipasi ini bisa dilaksanakan secara bersama-sama.
c. Dimensi partisipasi dipandang dari pelaksanaannya
Dipandang dari segi pelaksanaannya, partisipasi dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Pada koperasi partisipasi langsung dan tidak langsung dapat dilaksanakan secara bersama-sama tergantung pada situasi dan kondisi serta aturan yang berlaku. Partisipasi langsung dapat dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas koperasi (membeli atau menjual kepada koperasi), memberikan saran-saran atau informasi dalam rapat-rapat, memberikan kontribusi modal, memilih pengurus, dan lain-lain. Partisipasi tidak langsung terjadi apabila jumlah anggota terlampau benyak, anggota tersebar di wilayah kerja koperasi yang terintegrasi, sehingga diperlukan perwakilan-perwakilan untuk menyampaikan aspirasinya
d. Dimensi partisipasi dipandang dari segi kepentingannya
Dari segi kepentingannya partisipasi dalam koperasi dapat berupa partisipasi kontributis (contributif participation) dan partisipasi intensif (incentif participation). Kedua jenis partisipasi ini timbul sebagai akibat dari peran ganda anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan. Dalam kedudukannya sebagai pemilik:
1. Para anggota memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan koperasi dalam bentuk kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan perusahaan koperasi dalam bentuk kontribusi keuangan (penyerahan simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela atau dana-dana pribadi yang diinvestasikan pada koperasi), dan
2. Mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan proses pengawasan terhadap jalannya perusahaan koperasi. Partisipasi semacam ini disebut juga partisipasi kontributif.
Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/pemakai, para anggota memanfaatkan berbagai potansi pelayanan yang disediakan oleh perusahaan koperasi dalam menunjang kepentingannya. Partisipasi ini disebut partisipasi insentif.
Menurut Hanel (1989) insentif dan kontribusi anggota perseorangan terhadap koperasinya dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
a. Peningkatan pelayanan yang efisien melalui penyediaan barang dan jasa oleh perusahaan koperasi akan menjadi perangsang pernting bagi anggota untuk turut memberikan kontribusinya bagi
b. Kontribusi para anggota dalam
Cara meningkatkan koperasi dapat dilakukan beberapa kegiatan seperti:
a. Menyediakan barang-barang atau jasa-jasa yang dibutuhkan oleh anggota yang relatif lebih baik dari para pesaingnya di pasar.
b. Meningkatkan harga pelayanan kepada anggota, misalnya:
• Menetapkan harga jual yang relatif lebih murah dari harga umum
• Harga beli yang relatif lebih tinggi dari harga umum
• Pemberian bunga kredit yang lebih rendah dari bunga umum
• Pemberian bunga tabungan minimal sam dengan tingkat bungan umum disertai pelayanan yang lebih baik
• Pemberian diskon atau potongan harga untuk anggota
• Menurunkan biaya yang harus dibayar anggota pada saat pembelian barang atau penjualan bahan melalui pelaksanaan pembelian atau penjualan di tempat pelayanan anggota yang mendekati tempat tinggal anggota
c. Menyediakan barang-barang yang tidak tersedia di pasar bebas wilayah koperasi atau tidak disediakan oleh pemerintah.
d. Berusaha memberikan deviden per anggota (SHU per anggota) yang meningkat dari waktu ke waktu.
e. Memperbesar alokasi dana dari aktivitas bisnis koperasi dengan non anggota melalui pemberian kredit dengan bunga yang relatif lebih murah dan jangka waktu pemngembalian relatif lama.
f. Menyedihkan berbagai tunjangan (bila mampu) keanggotaan, seperti tunjangan hari raya, tunjangan kesehatan, dan lain-lain
Meningkatkan partisipasi kontributif anggota dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cara:
1. Menjelaskan tentang maksud, tujuan perencanaan dan keputusan yang akan dikeluarkan.
2. Meminta tanggapan dan saran tentang perencanaan dan keputusan yang akan dikeluarkan.
3. Meminta informasi tentang segala sesuatu dari semua anggota dalam usaha membuat keputusan dan mengambil keputusan.
4. Memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota dalam pengambilan keputusan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi kontributif keuangan bersamaan dengan meningkatkan partisipasi insentif, yaitu:
1. Memperbesar peranan koperasi dalam usaha anggota dengan menciptakan manfaat ekonomi yang meningkat dari waktu ke waktu.
2. Memperbesar rate of return melalui usaha yang sungguh-sungguh dan profesionil.
3. Membangun dan meningkatkan kepercayaan anggota terhadap manajemen koperasi melalui:
Pemilihan pengurus dan pengelola yang mempunyai kemampuan manajerial, jujur dan dapat dipercaya,
Melaksanakan catatan pembukuan yang jelas dan transparan, dan
Memperbesar kepentingan anggota untuk mengaudit koperasi.
Sedangkan tingkat partisipasi anggota di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
Ö Besarnya nilai manfaat pelayanan koperasi secara utilitarian maupun normatif.
Ö Motivasi utilitarian sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang di maksud adalah insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya pengurangan biaya dan atau di perolehnya harga menguntungkan serta penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk barang.
Ö Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang ditetapkan koperasi harus di bedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.
3. Analisis Hubungan Efek Ekonomis dan Keberhasilan koperasi
Dalam badan usaha koperasi, laba (profit) bukanlah satu-satunya yang di kejar oleh manajemen, melainkan juga aspek pelayanan (benefit oriented). Di tinjau dari konsep koperasi, fungsi laba bagi koperasi tergantung pada besar kecilnya partisipasi ataupun transaksi anggota dengan koperasinya.
Semakin tinggi partisipasi anggota, maka idealnya semakin tinggi manfaat yang di terima oleh anggota. Keberhasilan koperasi di tentukan oleh salah satu faktornya adalah partisipasi anggota dan partispasi anggota sangat berhubungan erat dengan efek ekonomis koperasi yaitu manfaat yang di dapat oleh anggota tsb.
4. Penyajian dan Analisis Neraca Pelayanan
Di sebabkan oleh perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi, terutama tantangantantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota harus secara kontinu di sesuaikan. Ada dua faktor utama yang mengharuskan koperasi meningkatkan pelayanan kepada anggotanya.
1. Adanya tekanan persaingan dari organisasi lain (terutama organisasi non koperasi).
2. Perubahan kebutuhan manusia sebagai akibat perubahan waktu dan peradaban. Perubahankebutuhan ini akan menentukan pola kebutuhan anggota dalam mengkonsumsi produk-produk yang di tawarkan oleh koperasi.
Bila koperasi mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anggota yang lebih besar dari pada pesaingnya, maka tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya akan meningkat. Untuk meningkatkan pelayanan, koperasi memerlukan informasi-informasi yang dating terutama dari anggota koperasi.
Langganan:
Postingan (Atom)