Kamis, 14 April 2011

PERMODALAN KOPERASI

koperasi unit desa (KUD) menunjukkan hanya 10% KUD yang menjalankan prinsip-prinsip koperasi sekaligus usahanya berjalan tanpa program pemerintah. Sedangkan 50% KUD sepenuhnya hidup dari program pemerintah.

Studi terhadap 325 KUD itu, menurut Ketua Pusat Studi Pembangunan IPB Bayu Krisnamurti, juga memperlihatkan 25% KUD kegiatan usahanya cukup kreatif tapi masih 60% kegiatan usahanya masih mengandalkan pada program pemerintah.
Selebihnya, 15% KUD memiliki usaha yang sangat kreatif namun hanya dijalankan oleh ketua atau pengurus tanpa adanya par-tisipasi aktif anggota sehingga jauh dari prinsip-prinsip perkoperasian.

"Pendirian KUD dari awal memang dimaksudkan sebagai pendukung program pembangunan sehingga keberlangsungan hidup mereka juga sangat tergantung pada ada tidaknya program pemerintah," ujarnya dalam seminar Pendalaman ekonomi rakyat tentang koperasi di Jakarta kemarin.

Deputi Mennegkop & UKM Noer Soetrisno pada kesempatan yang sama menjelaskan karakteristik koperasi di negara berkembang memang sedikit berbeda dengan negara maju. Seperti di Indonesia, pada masa lalu koperasi dikembangkan untuk menggerakkan pembangunan.

koperasi dikembangkan dengan cara dititipkan melalui program-program pemerintah seperti untuk pengadaan kain, gula atau beras. Juga dititipkan melalui lembaga pemerintahan sehingga setiap kantor pemerintah ada koperasi, serta dititipkan di perusahaan dengan membentuk koperasi karyawan.

Dengan dicabutnya Inpres No 4/1984 yang hanya mengakui KUD sebagai satu-satunya koperasi di pedesaan, kata dia, telah memacu prakarsa masyarakat dalam mendirikan koperasi sehingga dalam waktu tiga tahun jumlah koperasi bertambah dari 50.000 menjadi 103.000 lebih.

Memang dari sisi volume usaha, pada umumnya koperasi-koperasi itu masih kecil yaitu skala mikro di bawah Rp100 juta setahun. Tapi dari sisi ketergantungan pada program pemerintah sudah makin berkurang.

Soetrisno menyebutkan dari 103.000 lebih koperasi tersebut, hanya 12.000 koperasi yang pernah berhubungan dengan program pemerintah, termasuk di dalamnya 8.000 KUD. "Selebihnya adalah koperasi yang sama sekali tidak pernah punya usaha yang terkait dengan pemerintah."

Kondisi tersebut, katanya, menunjukkan koperasi yang mandiri tidak menggantungkan pada program pemerintah jauh lebih besar seperti koperasi kredit atau koperasi simpan pinjam atau koperasi sapi perah.

Soetrisno mengungkapkan penyaluran kredit mikro oleh Kopdit dan KSP sudah mencapai lebih Rp5,5 triliun atau 31% dari total kredit mikro. Selebihnya, 41% disalurkan oleh Kupedes BRI dan 28% oleh lembaga keuangan mikro lain.
"Kelalaian kita selama ini adalah tidak pernah mengembangkan koperasi kredit yang betul-betul kuat seperti bagaimana mengefektifkan asuransi dana nasabah. Namun operasional Kopdit dan KSP itu justru sudah mampu menjalankan fungsi intermediasi dengan sektor usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar